TECHNOPARK DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Memasuki abad XXI dunia memasuki era baru, yakni era
globalisasi. Era ini ditandai dengan kian terbuka dan mengglobalnya peran
pasar, investasi, dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional,
yang kemudian dikuatkan oleh ideologi dan tata dunia perdagangan baru di bawah
suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global.
Lebih jauh, menembus pandang ke tahun 2030 dunia digambarkan
akan ditandai oleh perkembangan teknologi luar biasa. Perekonomian akan
dipengaruhi oleh teknologi informasi, teknologi material, genetika dan
teknologi energi. Perkembangan luar biasa ini dipicu oleh nano teknologi atau
teknologi yang berbasis nano.(Kompas, 19 Mei 2006)
Hakikat pembangunan nasional adalah mewujudkan negara yang
maju, adil dan makmur untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka mewujudkan
tujuan tersebut, maka mutlak dibutuhkan pelaksanaan pendidikan yang berwawasan
iptek untuk mecetak generasi berkualitas dan berdaya saing. Hal tersebut
sejalan dengan amanat pembukaan UndangUndang Dasar 1945 tentang tujuan negara
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Wawasan iptek akan mendorong Indonesia
untuk terus berkembang secara dinamis mengikuti pesatnya perkembangan
teknologi, sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Pengembangan pendidikan
berwawasan iptek secara nasional membutuhkan dukungan dari setiap daerah.
Pendidikan saat ini telah dilaksanakan melalui jalur formal di sekolah-sekolah
dengan kualitas merata, Namun, wawasan iptek tidak cukup diberikan dengan teori
semata. Penyajian secara praktis dan interaktif akan mendorong masyarakat lebih
tertarik dan mudah mengenal iptek.
RUMUSAN MASALAH
PENGERTIAN TECNOPARK
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TECHNOPARK
TECHNOPARK DI INDONESIA
TUJUAN TECHNOPARK
MANFAAT TECHNOPARK
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Technopark
Technopark yang pertama diinisiasi oleh Frederick
Terman, Guru Besar Universitas Stanford dengan menyewakan lahan di kawasan
kampus untuk perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi (high tech), dan
juga menyediakan modal ventura bagi perusahaan-perusahaan pemula. Kawasan di
sekitar Universitas Stanford yang dikenal dengan nama Silicon Valley tersebut,
kini memiliki ratusan ribu pekerja, industri berteknologi tinggi, serta omset
hingga jutaan dollar per hari.
Technopark sendiri berasal dari dua suku kata,
yaitu techno dan park. Techno dalam bahasa indonesia
adalah teknologi. Menurut wikipedia Teknologi memiliki lebih dari satu
definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang
menolong manusia menyelesaikan
masalahnya.
Sedangkan park dalam bahasa Indonesia berarti
taman. Jadi Technopark adalah taman teknologi yang dikaitkan
dengan perguruan tinggi, karena keberadaannya memang terkait dengan perguruan
tinggi. Istilah lain seperti science park, science city, business
park, dan technology corridor juga sering digunakan. (Amir,
2010).
Semenatara itu, pakar perkembangan Teknologi dan Informasi
(IT) dari ITB, Budirajardjo, mengatakan :
Technopark (technology park) merupakan sebuah
kawasan (daerah) dimana teknologi ditampilkan(diperagakan), dikembangan, dan
dikomersialisasikan. (Budi Rahardjo, 2003:2)
Sedangkan Definisi technopark menurut Aegean
Tech Turki ([Aegean 2000], 10):
Suatu tempat yang menarik dan berisi bangunan indah yang
berfungsi sebagai pusat penelitian atau ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk
menciptakan penemuan baru
Adanya hubungkan antara R&D dan universitas untuk saling
menguntungkan di bidang teknologi,
Adanya kerja sama di bidang teknologi antara universitas,
industri dan laboratorium riset,
Adanya dukungan dari manajemen technopark secara
sistematis dengan tujuan mengembangkan ketrampilan manajemen, temukan solusi
kepada semua tingkatan dari proses inovasi, hingga jasa konsultasi dan
fasilitas kantor yang modern.
Berdasarkan uraian di atas, adanya Technopark menghasilkan link yang
permanen antara perguruan tinggi dan industri, sehingga terjadi clustering dan critical
mass dari peneliti dan industri. Technopark juga merupakan salah
satu implementasi konsep green supply chain management (GSCM) yang
telah lama disuarakan para pakar sejak awal 2000-an.
Dapat dikatakan pula bahwa Technopark pada dasarnya
ingin mengukuhkan kembali hubungan antara industri dan pendidikan tinggi yang
belum berjalan secara maksimal. Dengan adanya kehadiran Technopark,
Perguruan tinggi akan senang karena mereka bisa langsung berhadapan dengan
masalah nyata yang dihadapi industri. Mahasiswa dapat menggunakan pengalamannya
sebagai referensi ketika mencari pekerjaan lain atau melanjutkan studi. Bagi
industri, ada akses ke sumber daya manusia di kampus.
Tecnopark adalah suatu organik yang merupakan
perpaduan antara penelitian dan pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh
perusahaan, universitas dan lembaga riset dan dimana karyawan dari
perusahaan-perusahaan tersebut dapat dididik dan dilatih. Perusahaan-perusahaan start
up yang berbasis pada teknologi baru mendapat dukungan melalui sirkulasi
informasi mengenai industri dan teknologi serta melalui fasilitas inkubator.
Bahkan uji coba produksi dapat dilakukan melalui kerjasama utilisasi fasilitas
R&D sehingga inovasi teknis dari perusahaan-perusahaan di tersebut
dan perkembangan terkini industri dapat diarahkan. (Amir, 2003)
Secara garis besar, dalam Technopark itu ada dua
bisnis yang akan berjalan. Pertama adalah bisnis properti (penggunaan gedung
beserta fasilitasnya). Dan kedua adalah bisnis content-nya. Bisnis
properti disini termasuk juga fasilitas tempat, seperti listrik, jalan, taman,
playground, business lounge, dormitory dan lain-lain dengan mengutamakan
fasilitas teknologinya. Technopark memiliki beberapa fasilitas, antara
lain inkubator bisnis, angel capital, seed capital, venture capital.Agar
sinergis dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka Technoparksebaiknya
berada dekat dengan perguruan tinggi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa Technopark adalah
sebuah kawasan yang melingkupi perkantoran, pusat perdagangan, laboratorium
penelitian, pusat pelatihan dan pendidikan, dan fasilitas lain yang dilengkapi
dengan infra-struktur super modern di lingkungan yang hijau, dengan tujuan
utama untuk mendorong tumbuhnya inisiatif regional guna membangun ekonomi
berbasis inovasi dan teknologi.
B. Sejarah dan Perkembangan Technopark
Technopark awalnya muncul di tahun 1950-an di Amerika
Serikat di dorong oleh keinginan sejumlah ilmuwan yang ingin menerjemahkan
pengetahuan dan hasil R&D mereka menjadi sesuatu yang bisa dijual dan
bernilai ekonomis, yakni produksi dan marketing. Technopark pertama
didirikan dengan dukungan Stanford University di California. Sekarang
ini Technopark tersebut lebih dikenal sebagai Silicon Valley,
dimana 200.000 lebih orang professional berkualitas internasional bekerja untuk
produk-produk dengan nilai tambah tinggi.
Silicon Valley di California, Amerika Serikat, menjadi
kiblat dunia bisnis teknologi, karena keberhasilan daerah ini mengembangkan
bisnis teknologi tinggi yang didukung oleh Stanford University, para inovator,
teknopreneur dan modal ventura. Berkembangnya Silicon Valley sebagai pusat
bisnis teknologi tinggi bukanlah terjadi melalui suatu grand design yang
dibuat pemerintah atau dunia usaha. Silicon Valley berkembang karena luapan
hasil-hasil riset dari Stanford University, yang ditangkap oleh para
teknopreneur dan kemudian dimodali oleh para pemodal malaikat (angel investor). (Sambodo,
2010)
Silicon Valley menjadi legenda dengan keberhasilannya
mencetak perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi seperti National
Semiconductor dalam bidang integrated circuit, Intel dalam bidang advanced
micro devices, Apple Computer dalam bidang komputer personal, Sun Microsystems
dalam bidang workstations, Silicon Graphics dalam bidang 3D graphics,
Oracle dalam bidang database software, 3Com dan Cisco Systems dalam bidangnetwork
computing, dan Yahoo! sebagai pelopor dalam web search engine.
Muncul kemudian Sophia Antipolis (Perancis) di tahun 1960
danTsukuba Science City (Jepang) di tahun 1970. Sampai sekarang ini ada lebih
dari 400 Technopark di seluruh dunia dan bertumbuh terus. Di Amerika
Serikat sendiri ada 150 Technopark, lalu Jepang memiliki 111, Cina mulai
di tahun1980 dan sekarang sudah memiliki 100 Technopark
Pada tahun 1995-an contoh keberhasilan pembangunan semacam
“Silicon Valley ala Negara Dunia Ketiga” telah ditunjukkan dengan baik di
Malaysia Multimedia Super Corridor-Kuala Lumpur ataupun Manila Gateway
Park-Filipina, Taiwan dengan Science Park di Hsin Chu dan India dengan
Bangalore-nya atau Cyber City, Delhi
Tecnopark dalam arti lebih luas dikenal dan dibuat
sedemikian rupa sejak beberapa dekade silam, terutama di AS dan India. Untuk
mendukung kegiatan riset dan pengembangan yang produktif, maka keberadaanTechnopark menjadi
satu keniscayaan untuk zaman ini.
Beberapa negara sukses mengembangkan Technopark dengan
membangun sinergi antara pemerintah, industri dan perguruan tinggi. Di Korea, salah
satu contoh pusat inovasi tersukses adalah Chungnam Techno Park (CTP). Ide mendirikan
CTP merupakan inisiatif atas sekelompok profesor melalui proses sharing
knowledge. Inisiasi tersebut kemudian mendapat dukungan penuh dari pemerintah
pusat dan daerah. Hasilnya, setelah 11 tahun berdiri, yaitu selama periode
1999-2009, CTP telah menghasilkan 282 industri baru, dengan total produksi
mencapai US$6 miliar. CTP juga telah menginvestasikan anggaran riset untuk 250
perusahaan, dengan total produk senilai US$8 miliar. Adapun jumlah tenaga kerja
yang terserap mencapai angka 14.884 orang.
Senada dengan Korea, Jerman berhasil membangun model sinergi
ABG juga dengan mengoptimalkan salah satu pusat inovasi yang cukup terkenal di
Jerman. Pusat inovasi tersebut adalah Science Park Berlin Adlershof yang
berlokasi di daerah ibu kota Jerman. Aldershof mempunyai empat bidang industri,
yaitu teknologi informasi dan media, fotoniks dan optik, mikrosistem dan
material, serta jasa. Adapun mekanisme sinergi ABG dari Adlershof adalah
lembaga riset dasar mempunyai fungsi untuk meningkatkan pendidikan dan riset
dasar, lembaga riset nonuniversitas bertugas di bidang pengembangan riset
dengan mengoordinasikan antara industri kecil dan menengah yang bertugas dalam
produksi serta jasa dan lembaga riset dasar. Adapun mekanisme kolaborasi dari
keseluruhan elemen tersebut dikoordinasi sepenuhnya oleh Science Park Adlershof
yang bersifat independen dari pemerintah.
Selain contoh Korea dan Jerman, Jepang, khususnya Kyoto
Research Park, juga memiliki model yang terbukti sukses dalam membangun
sinergi, khususnya antara akademisi dan industri. Model tersebut terkenal
dengan Kyoto Solution. Adapun inti Kyoto Solution adalah mengisi gap antara
akademisi dan industri melalui suatu pendekatan 'saling bertemu dan bertukar
ilmu dan pendapat antarprofesional'. Dengan dukungan Pemerintah Prefektur
Kyoto, pendekatan itu berhasil memberikan benang merah antara persepsi inovasi
dari kalangan akademisi yang cenderung education oriented dan pelaku bisnis
yang bersifat profit oriented.(http://www.mediaindonesia.com/read/2010/06/22/150433/)
Fenomena menarik dari karakteristik usaha berbasis teknologi
IT bahwa pada awal model pengembangan di Silicon Valley, California yakni sifat
utama bisnis adalah basis “knowledge” sebagai modal utama dan sama sekali bukan
modal uang yang utama. Investasi untuk bisnis umumnya didukung oleh modal ventura,
yaitu pemodal yang memasok dana investasi yang nantinya lalu
dikonversikan menjadi kepemilikan saham perusahaan. Atau cara lainnya dengan
mengajukan penawaran saham publik di Pasar Modal. Start-up usaha
bisnis juga umumnya selalu dimulai oleh sekelompok kecil profesional muda yang
bermodal kemampuan otak disertai bekal wiraswasta yang tinggi. Hal demikian
secara tidak langsung telah menunjukkan kesesuaian dengan sifat dunia model
industri Usaha Kecil Menengah yang kini sedang digalakkan pengembangannya.
C. Technopark di Indonesia
Di Indonesia konsep Technopark belum berkembang
dengan baik. Sampai saat ini baru ada di beberapa lokasi, yaitu di Sragen,
Solo, Jababeka Bekasi dan di awal tahun 2010 berdiri bandung techno park (BTP).Technopark di
beberapa daerah difasilitasi oleh pemerintah dan swasta, sedangkan negara sudah
cukup besar berinvestasi di Puspiptek Serpong. Di Technopark Puspiptek
jalinan dengan kelompok bisnis belum optimal, sementara dukungan fasilitas dan
SDM iptek cukup tersedia. Di Solo Technopark, sinergi belum begitu optimal
dengan masih minimnya peran akademisi yang berperan menghasilkan invensi. Di
Sragen masih pada tahap awal dan berbasis pada balai latihan kerja yang
menggunakan fasilitas teknologi maju. Adapun di Jababeka Bekasi, unsur
pemerintah tidak secara langsung hadir. (Soeroso, 2009)
Pengembangan Technopark di Indonesia menyesuaikan
dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Di Cimahi misalnya
dengan Cimahi Cyber City yang konsentrasi pada industri game dan animasi, Solo
Techno Park yang fokus pada mesin dan Sragen yang menerapkan model balai
latihan kerja.
Adopsi konsep Technopark telah dilakukan juga di
beberapa daerah, antara lain: Bali (Balicamp), Yogyakarta, Bogor (Bogor Cyber
Park), Toba (Toba Tech), Batam, dan Jakarta (Kemayoran Cyber City). Hanya saja,
pembangunan Technopark di beberapa daerah tersebut lebih berfokus
pada pembangunan infrastruktur bukan pada sumber daya manusia. Hal ini
menyebabkan pengembangan Technopark di beberapa daerah di Indonesia
terhenti karena tidak terbentuknya ekosistem, baik kekurangan sumber daya alam,
mata rantai dengan industri lainnya maupun membaca kebutuhan pasar.
Di awal tahun 2010, kabar menggembirakan datang
dari Bandung, Jawa Barat. Kalangan akademisi Institut Teknologi
Telkom Bandung (ITTelkom) menggagas Bandung Technopark. Tidak
sepertihal Technopark lainnya yang sudah dibangun di beberapa
tempat di Tanah Air, BTP memfokuskan bidang teknologi informasi dan
komunikasi (TIK/ICT).
BTP dibangun diatas lahan seluas 5 hektar yang disediakan
oleh Yayasan Pendidikan Telkom, berlokasi di dalam kawasan pendidikan Telkom,
tepatnya di Kampus Institut Teknologi Telkom, Terusan Buah Batu Dayeuhkolot
Bandung. Dilengkapi 52 laboratorium TIK, dan sedikitnya terdapat 215 orang
peneliti di bidang TIK. Laboratorium-laboratorium tersebut dikelompokkan dalam
Laboratorium Sistem Elektronika (4 lab), Laboratorium Sistem Jaringan dan
Multimedia (3 lab), Laboratorium Pengolahan sinyal Informasi (3 lab),
Laboratorium Transmisi Komunikasi (4 lab), Laboratorium Sistem Komunikasi (3
lab), Laboratorium Informatika Teori dan Pemograman (4 Lab), Laboratoria
Rekayasa Perangkat Lunak dan Data (4 lab), Laboratoria Sistem Komputer dan
Jaringan (4 Lab) , Laboratorium Rekayasa Industri (15 Laboratorium).
Bandung Technopark memfokuskan 8 bidang,
yaitu Research & Development, Vocational Training and Human Resource
Certification, Consultaty, Facility Provider, Business Mediation, Technical
& Business Information Center, Product Certification,dan Production
Support.
Di BTP riset-riset yang dihasilkan akan dikategorikan
menjadi riset dasar dan terapan. Riset terapan akan dikembangkan di PDT (Pusat
Desain Telematika) menjadi desain produk dan dibuatkan prototipe, dalam bentuk
sistem maupun perangkat. Secara tidak langsung paten akan tumbuh dengan subur
dari BTP. Prototipe-prototipe tersebut akan melalui prosedur sertifikasi hingga
dinyatakan layak diproduksi massal. BTP ditargetkan mampu menghasilkan
prototipe per tahun yang siap diserap industri.
Pada tahun 2010 ditargetkan kerjasama dengan 10 industri.
BTP diharapkan bisa membantu menyerap investasi telekomunikasi di Indonesia
untuk konten lokal. Tercatat saat ini investasi telekomunikasi di Indonesia
sekitar Rp 300 triliun, namun baru 5 persen di antaranya yang dimanfaatkan oleh
konten lokal. (Mapiptek, 15 Januari 2010).
D. Tujuan Technopark
Technopark merupakan salah satu langkah strategis
dimana di berbagai negara sudah banyak dilakukan yaitu dengan mendekatkan
element lembaga R&D, Lembaga pendidikan dan Industri sebagai strategi dalam
meningkatkan kapasitas peningkatan peran teknologi Komunikasi dan Informasi
(TIK) dalam meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan.
Menurut Budi Rahardjo (2003:2), tujuan dari Technopark adalah
:
Tujuan dari Technopark adalah untuk membuat link
yang permanen antara peguruan tinggi (akademisi), pelaku industri / bisnis /
finansial, dan pemerintah. Technopark mencoba menggabungkan ide,
inovasi, dan know-howdari dunia akademik dan kemampuan finansial (dan
marketing) dari dunia bisnis. Diharapkan penggabungan ini dapat meningkatkan
dan mempercepat pengembangan produk serta mengurangi waktu yang dibutuhkan
untuk memindahkan inovasi ke produk yang dapat dipasarkan, dengan harapan untuk
memperoleh economic return yang tinggi.
Adanya Technopark akan membuat link yang permanen
antara perguruan tinggi dan industri, sehingga terjadiclustering dan critical
mass dari peneliti dan perusahaan. Hal ini membuat perusahaan menjadi
lebih kuat. Komitmen dan sinergi pemerintah, kampus dan dunia usaha/industri
merupakan bagian utama Technopark.
Berikut dikemukakan beberapa tujuan Technopark yang
dikumpulkan dari berbagai sumber:
Meningkatkan daya saing bisnis (terutama yang bermuatan
teknologi) dari perusahaan lokal dengan menggunakan fasilitas kampus untuk
melakukan R&D. Banyak perusahaan lokal yang tidak mampu melakukan R&D
sendiri karena keterbatasan dana, SDM, dan peralatan. Perguruan tinggi biasanya
memiliki SDM dan peralatan. Masalah dana bisa ditanggung bersama-sama oleh
beberapa perusahaan dan/atau oleh pemerintah.
Sebagai sarana untuk mengembangkan dan mengkomersialisasikan
ide-ide kreatif atau temuantemuan yang diperoleh dari penelitian. Perguruan
tinggi tertarik untuk mendapatkan keuntungan finansial dari riset yang telah
dikembangkannya.
Sebagai sarana untuk mengembangkan perusahaan bermuatan
teknologi, atau dengan kata lain sebagai tempat inkubator bisnis. Perguruan
tinggi umumnya memiliki laboratorium untuk mempraktekkan teori yang diberikan
di kelas. Namun, untuk teori “entrepreneurship” atau bisnis tidak ada
laboratoriumnya. Technopark (dalam fungsinya sebagai inkubator) dapat
digunakan sebagai laboratorium oleh mahasiswa dan staf pengajar/peneliti
perguruan tinggi. (ibid, 2003 : 3)
Dari uraian di atas, secara umum fungsi dari Technopark itu
dapat dibagi dua, yaitu: membawa hasil riset perguruan tinggi ke luar dengan
membuat bisnis dengan pelaku bisnis (atau venture capital) yang sudah ada
(misalnya melalui inkubasi hasil riset); membawa industri masuk ke perguruan
dengan membawa masalah yang ada di industri ke dalam Technopark ini
(sehingga industri dapat mengakses pakar di perguruan tinggi).
E. Manfaat Technopark
Stakeholder dari sebuah Technopark biasanya adalah
pemerintah (biasanya pemerintah daerah), komunitaspeneliti (akademis),
komunitas bisnis dan finansial. Mereka bekerjasama untuk mengintegrasikan penggunaan
dan pemanfaatan bangunan komersial, fasilitas riset, conference center, sampai
ke hotel. Bagi pemerintah daerahTechnopark menciptakan lapangan
pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah. Bagi para pekerja yang
berpendapatan cukup tinggi, Technopark memiliki daya tarik karena
situasi, lokasi, dan lifestyle.
Salah satu manfaat utama dari Technopark dilihat
dari kacamata industri adalah adanya akses ke sumber daya manusia (SDM) di
kampus. Industri dapat mengakses ide, inovasi, dan teknologi yang dikembangkan
oleh para peneliti di kampus. Mahasiswa (di luar negeri umumnya adalah mahasisa
S2, S3, dan post doctoral) merupakan “pasukan semut” peneliti yang sangat
penting karena jumlahnya yang banyak dan tidak terlalu mahal honornya. Industri
lebih suka dengan pendekatan ini karena mereka tidak perlu merekrut pegawai
tetap yang membawa banyak pertimbangan dan masalah (misalnya pengembangan
karir, dsb.).
Di sisi lain, dosen, peneliti, dan mahasiswa senang dengan
adanya Technopark di kampus karena mereka dapat langsung berhadapan
dengan masalah nyata yang dihadapi oleh industri. Mahasiswa dapat menggunakan
pengalamannya ini sebagai referensi ketika dia mencari pekerjaan lain, jika dia
tidak tertarik untuk menjadi bagian dari perusahaan yang bersangkutan.
Program-program co-op dapat dibuatkan untuk mendukung kegiatan ini.
Industri yang sarat dengan teknologi akan selalu membutuhkan
penelitian dan pengembangan (research & development, R&D), sehingga
peran perguruan tinggi dan lembaga penelitian pasti sangat diperlukan. Namun
kelihatannya perguruan tinggi dan lembaga penelitian di Indonesia belum dapat
menghargai industri sebagai clientatau partner untuk jangka panjang.
Biasanya hubungan ini masih berupa proyek yang sering berhenti dan tidak
berkelanjutan. Dengan kata lain, Technopark dapat menjadi penghubung
yang permanen antara perguruan tinggi dan industri.
Technopark merupakan salah satu bentuk wadah untuk
menghubungan institusi perguruan tinggi dengan dunia industri. Saat ini proses
interaksi antara peneliti di kampus dengan industri seringkali dilakukan dengan
pendekatan pribadi (person). Inkubasi hasil riset juga dilakukan dengan metoda ad-hoc dan
masingmasing pelaku melalui proses yang berulang-ulang yang tidak efisien.
Dilihat dari tujuannya, Technopark (dan termasuk
inkubator di dalamnya) semestinya memiliki nilai ekonomi. Namun nilai ekonomi
ini kelihatannya tidak mudah langsung terlihat. Secara tidak langsung dia
memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi di daerah (region) yang
bersangkutan dengan adanya perusahaan baru yang menyediakan lapangan pekerjaan.
BAB III
PENUTUP
SARAN
Dengan dibangunnya Technopark ini, keberadaan sumber daya
yang ada di Perguruan Tinggi, Pemerintah, dan Industri atau swasta dapat
bersinergi, dan pada akhirnya dapat memperkuat sistem inovasi dan daya saing
industri.
KESIMPULAN
Technoopark adalah suatu tempat yang menarik dan berisi
bangunan indah yang berfungsi sebagai pusat penelitian atau ilmu pengetahuan
dan teknologi, untuk menciptakan penemuan baru.
DAFTAR PUSTAKA
Aegean Tech 2000, Definisi Technopark Aegean Tech,
Turki.
Bappenas 2004, Tata Cara Perencanaan Pengembangan
kawasan untuk Percepatan Pembangunan Daerah. Jakarta: Bappenas.
Rahardjo, 2003, Science & Technology Parks di
Perguruan Tinggi, Bandung: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Program Diploma
(P4).
Tumar Sumihardjo. 2008. Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Melalui Pengembangan Daya Saing Berbasis Potensi Daerah. Bandung:
Penerbit Fokusmedia.
E. A. Kuncoro. 2008. Leadership sebagai Primary Forces
dalam Competitive Strength, Competitive area, Competitive Result guna
meningkatkan Daya Saing Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sambodo, Amir, Perkembangan Bisnis Teknologi di Silicon
Valley, Artikel bloghttp://imambudiharjo.wordpress.com,
2 Februari 2010.
Harian Kompas, “Kantor Ristek Tetapkan Tonggak Iptek
Pembangunan Indonesia 2020”, edisi tanggal 06 Mei 2003
Harian Kompas,”Sewindu Reformasi, Mencari Visi 2030,” edisi
tanggal 19 Mei 2006, hal. 37
Muh. Arief,”Menuju Pendidikan Masa Depan,” Makalah
seminar Nasional-LP3M Intim, tanggal 13 Mei 2006
http://technopark.surakarta.go.id/id/component/k2/item/412-definisi-fotografi?tmpl=component&print=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar