Selasa, 20 Oktober 2015

TECHNOPARK DI INDONESIA

TECHNOPARK DI INDONESIA





BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Memasuki abad XXI dunia memasuki era baru, yakni era globalisasi. Era ini ditandai dengan kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi, dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemudian dikuatkan oleh ideologi dan tata dunia perdagangan baru di bawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global.
Lebih jauh, menembus pandang ke tahun 2030 dunia digambarkan akan ditandai oleh perkembangan teknologi luar biasa. Perekonomian akan dipengaruhi oleh teknologi informasi, teknologi material, genetika dan teknologi energi. Perkembangan luar biasa ini dipicu oleh nano teknologi atau teknologi yang berbasis nano.(Kompas, 19 Mei 2006)
Hakikat pembangunan nasional adalah mewujudkan negara yang maju, adil dan makmur untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, maka mutlak dibutuhkan pelaksanaan pendidikan yang berwawasan iptek untuk mecetak generasi berkualitas dan berdaya saing. Hal tersebut sejalan dengan amanat pembukaan UndangUndang Dasar 1945 tentang tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Wawasan iptek akan mendorong Indonesia untuk terus berkembang secara dinamis mengikuti pesatnya perkembangan teknologi, sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Pengembangan pendidikan berwawasan iptek secara nasional membutuhkan dukungan dari setiap daerah. Pendidikan saat ini telah dilaksanakan melalui jalur formal di sekolah-sekolah dengan kualitas merata, Namun, wawasan iptek tidak cukup diberikan dengan teori semata. Penyajian secara praktis dan interaktif akan mendorong masyarakat lebih tertarik dan mudah mengenal iptek.
 RUMUSAN MASALAH
PENGERTIAN TECNOPARK
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TECHNOPARK
TECHNOPARK DI INDONESIA
TUJUAN TECHNOPARK
MANFAAT TECHNOPARK


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Technopark
Technopark yang pertama diinisiasi oleh Frederick Terman, Guru Besar Universitas Stanford dengan menyewakan lahan di kawasan kampus untuk perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi (high tech), dan juga menyediakan modal ventura bagi perusahaan-perusahaan pemula. Kawasan di sekitar Universitas Stanford yang dikenal dengan nama Silicon Valley tersebut, kini memiliki ratusan ribu pekerja, industri berteknologi tinggi, serta omset hingga jutaan dollar per hari.
Technopark sendiri berasal dari dua suku kata, yaitu techno dan park. Techno dalam bahasa indonesia adalah teknologi. Menurut wikipedia Teknologi memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alatmesinmaterial dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya.
Sedangkan park dalam bahasa Indonesia berarti taman.  Jadi Technopark adalah taman teknologi yang dikaitkan dengan perguruan tinggi, karena keberadaannya memang terkait dengan perguruan tinggi. Istilah lain seperti science park, science city, business park, dan technology corridor juga sering digunakan. (Amir, 2010).
Semenatara itu, pakar perkembangan Teknologi dan Informasi (IT) dari ITB, Budirajardjo, mengatakan :
Technopark (technology park) merupakan sebuah kawasan (daerah) dimana teknologi ditampilkan(diperagakan), dikembangan, dan dikomersialisasikan. (Budi Rahardjo, 2003:2)

Sedangkan Definisi technopark menurut Aegean Tech Turki ([Aegean 2000], 10):
Suatu tempat yang menarik dan berisi bangunan indah yang berfungsi sebagai pusat penelitian atau ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk menciptakan penemuan baru
Adanya hubungkan antara R&D dan universitas untuk saling menguntungkan di bidang teknologi,
Adanya kerja sama di bidang teknologi antara universitas, industri dan laboratorium riset,
Adanya dukungan dari manajemen technopark secara sistematis dengan tujuan mengembangkan ketrampilan manajemen, temukan solusi kepada semua tingkatan dari proses inovasi, hingga jasa konsultasi dan fasilitas kantor yang modern.

Berdasarkan uraian di atas, adanya Technopark menghasilkan link yang permanen antara perguruan tinggi dan industri, sehingga terjadi clustering dan critical mass dari peneliti dan industri. Technopark juga merupakan salah satu implementasi konsep green supply chain management (GSCM) yang telah lama disuarakan para pakar sejak awal 2000-an.
Dapat dikatakan pula bahwa Technopark pada dasarnya ingin mengukuhkan kembali hubungan antara industri dan pendidikan tinggi yang belum berjalan secara maksimal. Dengan adanya kehadiran Technopark, Perguruan tinggi akan senang karena mereka bisa langsung berhadapan dengan masalah nyata yang dihadapi industri. Mahasiswa dapat menggunakan pengalamannya sebagai referensi ketika mencari pekerjaan lain atau melanjutkan studi. Bagi industri, ada akses ke sumber daya manusia di kampus.
Tecnopark adalah suatu  organik yang merupakan perpaduan antara penelitian dan pengembangan (R&D) yang dilakukan oleh perusahaan, universitas dan lembaga riset dan dimana karyawan dari perusahaan-perusahaan tersebut dapat dididik dan dilatih. Perusahaan-perusahaan start up yang berbasis pada teknologi baru mendapat dukungan melalui sirkulasi informasi mengenai industri dan teknologi serta melalui fasilitas inkubator. Bahkan uji coba produksi dapat dilakukan melalui kerjasama utilisasi fasilitas R&D sehingga inovasi teknis dari perusahaan-perusahaan di  tersebut dan perkembangan terkini industri dapat diarahkan. (Amir, 2003)
Secara garis besar, dalam Technopark itu ada dua bisnis yang akan berjalan. Pertama adalah bisnis properti (penggunaan gedung beserta fasilitasnya). Dan kedua adalah bisnis content-nya. Bisnis properti disini termasuk juga fasilitas tempat, seperti listrik, jalan, taman, playground, business lounge, dormitory dan lain-lain dengan mengutamakan fasilitas teknologinya. Technopark memiliki beberapa fasilitas, antara lain inkubator bisnis, angel capital, seed capital, venture capital.Agar sinergis dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka Technoparksebaiknya berada dekat dengan perguruan tinggi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa Technopark adalah sebuah kawasan yang melingkupi perkantoran, pusat perdagangan, laboratorium penelitian, pusat pelatihan dan pendidikan, dan fasilitas lain yang dilengkapi dengan infra-struktur super modern di lingkungan yang hijau, dengan tujuan utama untuk mendorong tumbuhnya inisiatif regional guna membangun ekonomi berbasis inovasi dan teknologi.

B. Sejarah dan Perkembangan Technopark
Technopark awalnya muncul di tahun 1950-an di Amerika Serikat di dorong oleh keinginan sejumlah ilmuwan yang ingin menerjemahkan pengetahuan dan hasil R&D mereka menjadi sesuatu yang bisa dijual dan bernilai ekonomis, yakni produksi dan marketing. Technopark pertama didirikan dengan dukungan Stanford University di California. Sekarang ini Technopark tersebut lebih dikenal sebagai Silicon Valley, dimana 200.000 lebih orang professional berkualitas internasional bekerja untuk produk-produk dengan nilai tambah tinggi.
Silicon Valley di California, Amerika Serikat, menjadi kiblat dunia bisnis teknologi, karena keberhasilan daerah ini mengembangkan bisnis teknologi tinggi yang didukung oleh Stanford University, para inovator, teknopreneur dan modal ventura. Berkembangnya Silicon Valley sebagai pusat bisnis teknologi tinggi bukanlah terjadi melalui suatu grand design yang dibuat pemerintah atau dunia usaha. Silicon Valley berkembang karena luapan hasil-hasil riset dari Stanford University, yang ditangkap oleh para teknopreneur dan kemudian dimodali oleh para pemodal malaikat (angel investor). (Sambodo, 2010)
Silicon Valley menjadi legenda dengan keberhasilannya mencetak perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi seperti National Semiconductor dalam bidang integrated circuit, Intel dalam bidang advanced micro devices, Apple Computer dalam bidang komputer personal, Sun Microsystems dalam bidang workstations, Silicon Graphics dalam bidang 3D graphics, Oracle dalam bidang database software, 3Com dan Cisco Systems dalam bidangnetwork computing, dan Yahoo! sebagai pelopor dalam web search engine.
Muncul kemudian Sophia Antipolis (Perancis) di tahun 1960 danTsukuba Science City (Jepang) di tahun 1970. Sampai sekarang ini ada lebih dari 400 Technopark di seluruh dunia dan bertumbuh terus. Di Amerika Serikat sendiri ada 150 Technopark, lalu Jepang memiliki 111, Cina mulai di tahun1980 dan sekarang sudah memiliki 100 Technopark
Pada tahun 1995-an contoh keberhasilan pembangunan semacam “Silicon Valley ala Negara Dunia Ketiga”  telah ditunjukkan dengan baik di Malaysia Multimedia Super Corridor-Kuala Lumpur ataupun Manila Gateway Park-Filipina, Taiwan dengan Science Park di Hsin Chu dan India dengan Bangalore-nya atau Cyber City, Delhi
Tecnopark dalam arti lebih luas dikenal dan dibuat sedemikian rupa sejak beberapa dekade silam, terutama di AS dan India. Untuk mendukung kegiatan riset dan pengembangan yang produktif, maka keberadaanTechnopark menjadi satu keniscayaan untuk zaman ini.
Beberapa negara sukses mengembangkan Technopark dengan membangun sinergi antara pemerintah, industri dan perguruan tinggi. Di Korea, salah satu contoh pusat inovasi tersukses adalah Chungnam Techno Park (CTP). Ide mendirikan CTP merupakan inisiatif atas sekelompok profesor melalui proses sharing knowledge. Inisiasi tersebut kemudian mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat dan daerah. Hasilnya, setelah 11 tahun berdiri, yaitu selama periode 1999-2009, CTP telah menghasilkan 282 industri baru, dengan total produksi mencapai US$6 miliar. CTP juga telah menginvestasikan anggaran riset untuk 250 perusahaan, dengan total produk senilai US$8 miliar. Adapun jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai angka 14.884 orang.
Senada dengan Korea, Jerman berhasil membangun model sinergi ABG juga dengan mengoptimalkan salah satu pusat inovasi yang cukup terkenal di Jerman. Pusat inovasi tersebut adalah Science Park Berlin Adlershof yang berlokasi di daerah ibu kota Jerman. Aldershof mempunyai empat bidang industri, yaitu teknologi informasi dan media, fotoniks dan optik, mikrosistem dan material, serta jasa. Adapun mekanisme sinergi ABG dari Adlershof adalah lembaga riset dasar mempunyai fungsi untuk meningkatkan pendidikan dan riset dasar, lembaga riset nonuniversitas bertugas di bidang pengembangan riset dengan mengoordinasikan antara industri kecil dan menengah yang bertugas dalam produksi serta jasa dan lembaga riset dasar. Adapun mekanisme kolaborasi dari keseluruhan elemen tersebut dikoordinasi sepenuhnya oleh Science Park Adlershof yang bersifat independen dari pemerintah.
Selain contoh Korea dan Jerman, Jepang, khususnya Kyoto Research Park, juga memiliki model yang terbukti sukses dalam membangun sinergi, khususnya antara akademisi dan industri. Model tersebut terkenal dengan Kyoto Solution. Adapun inti Kyoto Solution adalah mengisi gap antara akademisi dan industri melalui suatu pendekatan 'saling bertemu dan bertukar ilmu dan pendapat antarprofesional'. Dengan dukungan Pemerintah Prefektur Kyoto, pendekatan itu berhasil memberikan benang merah antara persepsi inovasi dari kalangan akademisi yang cenderung education oriented dan pelaku bisnis yang bersifat profit oriented.(http://www.mediaindonesia.com/read/2010/06/22/150433/)
Fenomena menarik dari karakteristik usaha berbasis teknologi IT bahwa pada awal model pengembangan di Silicon Valley, California yakni sifat utama bisnis adalah basis “knowledge” sebagai modal utama dan sama sekali bukan modal uang yang utama. Investasi untuk bisnis umumnya didukung oleh modal ventura, yaitu pemodal yang memasok  dana investasi yang nantinya lalu dikonversikan menjadi kepemilikan saham perusahaan. Atau cara lainnya dengan mengajukan penawaran saham publik di Pasar Modal. Start-up usaha bisnis juga umumnya selalu dimulai oleh sekelompok kecil profesional muda yang bermodal kemampuan otak disertai bekal wiraswasta yang tinggi. Hal demikian secara tidak langsung telah menunjukkan kesesuaian dengan sifat dunia model industri Usaha Kecil Menengah yang kini sedang digalakkan pengembangannya.

C. Technopark di Indonesia
Di Indonesia konsep Technopark belum berkembang dengan baik. Sampai saat ini baru ada di beberapa lokasi, yaitu di Sragen, Solo, Jababeka Bekasi dan di awal tahun 2010 berdiri bandung techno park (BTP).Technopark di beberapa daerah difasilitasi oleh pemerintah dan swasta, sedangkan negara sudah cukup besar berinvestasi di Puspiptek Serpong. Di Technopark Puspiptek jalinan dengan kelompok bisnis belum optimal, sementara dukungan fasilitas dan SDM iptek cukup tersedia. Di Solo Technopark, sinergi belum begitu optimal dengan masih minimnya peran akademisi yang berperan menghasilkan invensi. Di Sragen masih pada tahap awal dan berbasis pada balai latihan kerja yang menggunakan fasilitas teknologi maju. Adapun di Jababeka Bekasi, unsur pemerintah tidak secara langsung hadir. (Soeroso, 2009)
Pengembangan Technopark di Indonesia menyesuaikan dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Di Cimahi misalnya dengan Cimahi Cyber City yang konsentrasi pada industri game dan animasi, Solo Techno Park yang fokus pada mesin dan Sragen yang menerapkan model balai latihan kerja.
Adopsi konsep Technopark telah dilakukan juga di beberapa daerah, antara lain: Bali (Balicamp), Yogyakarta, Bogor (Bogor Cyber Park), Toba (Toba Tech), Batam, dan Jakarta (Kemayoran Cyber City). Hanya saja, pembangunan Technopark di beberapa daerah tersebut lebih berfokus pada pembangunan infrastruktur bukan pada sumber daya manusia. Hal ini menyebabkan pengembangan Technopark di beberapa daerah di Indonesia terhenti karena tidak terbentuknya ekosistem, baik kekurangan sumber daya alam, mata rantai dengan industri lainnya maupun membaca kebutuhan pasar.
Di awal tahun 2010, kabar menggembirakan datang dari  Bandung, Jawa Barat. Kalangan akademisi  Institut Teknologi Telkom Bandung (ITTelkom) menggagas Bandung Technopark. Tidak sepertihal Technopark lainnya yang  sudah dibangun di beberapa tempat di Tanah Air, BTP memfokuskan  bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK/ICT).
BTP dibangun diatas lahan seluas 5 hektar yang disediakan oleh Yayasan Pendidikan Telkom, berlokasi di dalam kawasan pendidikan Telkom, tepatnya di Kampus Institut Teknologi Telkom, Terusan Buah Batu Dayeuhkolot Bandung. Dilengkapi 52 laboratorium TIK, dan sedikitnya terdapat 215 orang peneliti di bidang TIK. Laboratorium-laboratorium tersebut dikelompokkan dalam Laboratorium Sistem Elektronika (4 lab), Laboratorium Sistem Jaringan dan Multimedia (3 lab), Laboratorium Pengolahan sinyal Informasi (3 lab), Laboratorium Transmisi Komunikasi (4 lab), Laboratorium Sistem Komunikasi (3 lab), Laboratorium Informatika Teori dan Pemograman (4 Lab), Laboratoria Rekayasa Perangkat Lunak dan Data (4 lab), Laboratoria Sistem Komputer dan Jaringan (4 Lab) , Laboratorium Rekayasa Industri (15 Laboratorium).
Bandung Technopark memfokuskan 8 bidang, yaitu Research & Development, Vocational Training and Human Resource Certification, Consultaty, Facility Provider, Business Mediation, Technical & Business Information Center, Product Certification,dan Production Support.
Di BTP riset-riset yang dihasilkan akan dikategorikan  menjadi riset dasar dan terapan. Riset terapan akan dikembangkan di PDT (Pusat Desain Telematika) menjadi desain produk dan dibuatkan prototipe, dalam bentuk sistem maupun perangkat. Secara tidak langsung paten akan tumbuh dengan subur dari BTP. Prototipe-prototipe tersebut akan melalui prosedur sertifikasi hingga dinyatakan layak diproduksi massal. BTP ditargetkan mampu menghasilkan prototipe per tahun yang siap diserap industri.
Pada tahun 2010 ditargetkan kerjasama dengan 10 industri. BTP diharapkan bisa membantu menyerap investasi telekomunikasi di Indonesia untuk konten lokal. Tercatat saat ini investasi telekomunikasi di Indonesia sekitar Rp 300 triliun, namun baru 5 persen di antaranya yang dimanfaatkan oleh konten lokal. (Mapiptek, 15 Januari 2010).

D. Tujuan Technopark
Technopark merupakan salah satu langkah strategis dimana di berbagai negara sudah banyak dilakukan yaitu dengan mendekatkan element lembaga R&D, Lembaga pendidikan dan Industri sebagai strategi dalam meningkatkan kapasitas peningkatan peran teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK) dalam meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan.
Menurut Budi Rahardjo (2003:2), tujuan dari Technopark adalah :
Tujuan dari Technopark adalah untuk membuat link yang permanen antara peguruan tinggi (akademisi), pelaku industri / bisnis / finansial, dan pemerintah. Technopark mencoba menggabungkan ide, inovasi, dan know-howdari dunia akademik dan kemampuan finansial (dan marketing) dari dunia bisnis. Diharapkan penggabungan ini dapat meningkatkan dan mempercepat pengembangan produk serta mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan inovasi ke produk yang dapat dipasarkan, dengan harapan untuk memperoleh economic return yang tinggi.
Adanya Technopark akan membuat link yang permanen antara perguruan tinggi dan industri, sehingga terjadiclustering dan critical mass dari peneliti dan perusahaan. Hal ini membuat perusahaan menjadi lebih kuat. Komitmen dan sinergi pemerintah, kampus dan dunia usaha/industri merupakan bagian utama Technopark.
Berikut dikemukakan beberapa tujuan Technopark yang dikumpulkan dari berbagai sumber:

Meningkatkan daya saing bisnis (terutama yang bermuatan teknologi) dari perusahaan lokal dengan menggunakan fasilitas kampus untuk melakukan R&D. Banyak perusahaan lokal yang tidak mampu melakukan R&D sendiri karena keterbatasan dana, SDM, dan peralatan. Perguruan tinggi biasanya memiliki SDM dan peralatan. Masalah dana bisa ditanggung bersama-sama oleh beberapa perusahaan dan/atau oleh pemerintah.
Sebagai sarana untuk mengembangkan dan mengkomersialisasikan ide-ide kreatif atau temuantemuan yang diperoleh dari penelitian. Perguruan tinggi tertarik untuk mendapatkan keuntungan finansial dari riset yang telah dikembangkannya.
Sebagai sarana untuk mengembangkan perusahaan bermuatan teknologi, atau dengan kata lain sebagai tempat inkubator bisnis. Perguruan tinggi umumnya memiliki laboratorium untuk mempraktekkan teori yang diberikan di kelas. Namun, untuk teori “entrepreneurship” atau bisnis tidak ada laboratoriumnya. Technopark (dalam fungsinya sebagai inkubator) dapat digunakan sebagai laboratorium oleh mahasiswa dan staf pengajar/peneliti perguruan tinggi. (ibid, 2003 : 3)

Dari uraian di atas, secara umum fungsi dari Technopark itu dapat dibagi dua, yaitu: membawa hasil riset perguruan tinggi ke luar dengan membuat bisnis dengan pelaku bisnis (atau venture capital) yang sudah ada (misalnya melalui inkubasi hasil riset); membawa industri masuk ke perguruan dengan membawa masalah yang ada di industri ke dalam Technopark ini (sehingga industri dapat mengakses pakar di perguruan tinggi).

E. Manfaat Technopark
Stakeholder dari sebuah Technopark biasanya adalah pemerintah (biasanya pemerintah daerah), komunitaspeneliti (akademis), komunitas bisnis dan finansial. Mereka bekerjasama untuk mengintegrasikan penggunaan dan pemanfaatan bangunan komersial, fasilitas riset, conference center, sampai ke hotel. Bagi pemerintah daerahTechnopark menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah. Bagi para pekerja yang berpendapatan cukup tinggi, Technopark memiliki daya tarik karena situasi, lokasi, dan lifestyle.
Salah satu manfaat utama dari Technopark dilihat dari kacamata industri adalah adanya akses ke sumber daya manusia (SDM) di kampus. Industri dapat mengakses ide, inovasi, dan teknologi yang dikembangkan oleh para peneliti di kampus. Mahasiswa (di luar negeri umumnya adalah mahasisa S2, S3, dan post doctoral) merupakan “pasukan semut” peneliti yang sangat penting karena jumlahnya yang banyak dan tidak terlalu mahal honornya. Industri lebih suka dengan pendekatan ini karena mereka tidak perlu merekrut pegawai tetap yang membawa banyak pertimbangan dan masalah (misalnya pengembangan karir, dsb.).
Di sisi lain, dosen, peneliti, dan mahasiswa senang dengan adanya Technopark di kampus karena mereka dapat langsung berhadapan dengan masalah nyata yang dihadapi oleh industri. Mahasiswa dapat menggunakan pengalamannya ini sebagai referensi ketika dia mencari pekerjaan lain, jika dia tidak tertarik untuk menjadi bagian dari perusahaan yang bersangkutan. Program-program co-op dapat dibuatkan untuk mendukung kegiatan ini.
Industri yang sarat dengan teknologi akan selalu membutuhkan penelitian dan pengembangan (research & development, R&D), sehingga peran perguruan tinggi dan lembaga penelitian pasti sangat diperlukan. Namun kelihatannya perguruan tinggi dan lembaga penelitian di Indonesia belum dapat menghargai industri sebagai clientatau partner untuk jangka panjang. Biasanya hubungan ini masih berupa proyek yang sering berhenti dan tidak berkelanjutan. Dengan kata lain, Technopark dapat menjadi penghubung yang permanen antara perguruan tinggi dan industri.
Technopark merupakan salah satu bentuk wadah untuk menghubungan institusi perguruan tinggi dengan dunia industri. Saat ini proses interaksi antara peneliti di kampus dengan industri seringkali dilakukan dengan pendekatan pribadi (person). Inkubasi hasil riset juga dilakukan dengan metoda ad-hoc dan masingmasing pelaku melalui proses yang berulang-ulang yang tidak efisien.
Dilihat dari tujuannya, Technopark (dan termasuk inkubator di dalamnya) semestinya memiliki nilai ekonomi. Namun nilai ekonomi ini kelihatannya tidak mudah langsung terlihat. Secara tidak langsung dia memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi di daerah (region) yang bersangkutan dengan adanya perusahaan baru yang menyediakan lapangan pekerjaan.



BAB III
PENUTUP


SARAN
Dengan dibangunnya Technopark ini, keberadaan sumber daya yang ada di Perguruan Tinggi, Pemerintah, dan Industri atau swasta dapat bersinergi, dan pada akhirnya dapat memperkuat sistem inovasi dan daya saing industri.
KESIMPULAN
Technoopark adalah suatu tempat yang menarik dan berisi bangunan indah yang berfungsi sebagai pusat penelitian atau ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk menciptakan penemuan baru.




DAFTAR PUSTAKA

Aegean Tech 2000, Definisi Technopark Aegean Tech, Turki.
Bappenas 2004, Tata Cara Perencanaan Pengembangan kawasan untuk Percepatan Pem­bangunan Daerah. Jakarta: Bappenas.
Rahardjo, 2003, Science & Technology Parks di Perguruan Tinggi, Bandung: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Program Diploma (P4).
Tumar Sumihardjo. 2008. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Melalui Pengembangan Daya Saing Berbasis Potensi Daerah. Bandung: Penerbit Fokusmedia.
E. A. Kuncoro. 2008. Leadership sebagai Primary Forces dalam Competitive Strength, Competitive area, Competitive Result guna meningkatkan Daya Saing Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sambodo, Amir, Perkembangan Bisnis Teknologi di Silicon Valley, Artikel bloghttp://imambudiharjo.wordpress.com, 2 Februari 2010.
Harian Kompas, “Kantor Ristek Tetapkan Tonggak Iptek Pembangunan Indonesia 2020”, edisi tanggal 06 Mei 2003
Harian Kompas,”Sewindu Reformasi, Mencari Visi 2030,” edisi tanggal 19 Mei 2006, hal. 37
Muh. Arief,”Menuju Pendidikan Masa Depan,” Makalah seminar Nasional-LP3M Intim, tanggal 13 Mei 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar